Slider

Sunday, February 8, 2015

My Stance on Sexism

Kurang lebih satu jam yang lalu, saya sedang iseng membuka tablet ibu saya. Ada satu pesan masuk di WhatsApp. Waktu saya membuka pesan itu, rasanya seperti melihat cahaya....

Judulnya tertulis dalam uppercase: PONDOK PESANTREN PROGRAMMER

FYI, saya adalah seorang computer geek. Saya telah belajar HTML, CSS, JavaScript, dan saat ini sedang belajar Python. Saya memang bisa dibilang masih pemula, tapi saya punya passion dalam hal ini, jadi tahulah perasaan saya kalau ada berita tentang program pendidikan programmer.

Tapi dalam sekejap, neuron yang bercahaya di otak saya padam karena dua pernyataan:
1. Sudah lulus SMA/SMK sederajat
2. Laki-laki.

Kalau untuk syarat yang pertama itu, sebenarnya saya bisa memahami. Semua orang bisa memahami persyaratan seperti itu. Tapi untuk persyaratan yang kedua... hm. puh. fuh. brrrrr....

Entah kenapa, kalau melihat/membaca/mendengar hal semacam itu, otak saya langsung bekerja dengan algoritme reptilian, mengarah lurus ke satu topik yang sering menyinggung perempuan seperti saya: sexism.

FYI (lagi), sexism adalah paham di mana laki-laki dan perempuan itu dibedakan, bahkan dalam hal-hal yang tidak seharusnya dibedakan. Misalnya kalau ada perempuan lebih suka warna biru daripada warna pink, kemudian orang men-judge kalau perempuan itu aneh dan sebagainya, maka orang yang men-judge itu adalah sexist, sadar atau tidak sadar. Sexism tidak hanya berlaku pada perempuan, tapi juga pada laki-laki. Sexism inilah yang memberi paham semacam "laki-laki tidak boleh menangis, laki-laki harus bisa memperbaiki genteng, laki-laki harus mendapar penghasilan lebih besar daripada istrinya, dll." pada masyarakat. Jadi pada intinya, menentang sexism tidak hanya menguntungkan satu pihak, dan tidak merugikan pihak lainnya.

Yang saya pikirkan, kenapa hanya laki-laki? 
Mungkin saja pondok programming itu masih dalam pembangunan sehingga belum bisa memfasilitasi siswa perempuan, jadi mereka hanya membuka pendaftaran untuk laki-laki. Tapi lebih dari itu, ketika saya melihat fakta yang umunya terjadi sekarang, terutama di Indonesia, mayoritas computer geek dan para programmer adalah laki-laki. Saya belum pernah bertemu dengan perempuan seumuran saya yang juga seorang computer geek dan belajar bahasa programming, entah karena apa.

Mungkin computing bukan hobi yang 'cantik'.
Tapi 'kecantikan' dan stereotype bukan segalanya bagi saya. Mereka yang senang men-judge dan pro stereotype semestinya tahu kalau pandangan setiap orang itu berbeda-beda. Sebagian besar teman perempuan di kelas saya melihat 'kecantikan' dan passion mereka di foto-foto Instagram, jumlah like di Facebook, jumlah follower di Twitter, dan online shop yang menjual baju-baju cantik. Itu normal dan saya tidak membencinya. Tetapi itu bukan berarti orang seperti saya, yang melihat 'kecantikan' dalam programming, sci-fi, dan bahasa asing adalah orang aneh. Manusia itu berbeda-beda. Kalian tidak bisa mendefinisikan satu lingkup masyarakat, suatu ras, atau suatu gender yang isinya jutaan individu dengan sebuah stereotype, karena itu benar-benar tidak adil.

Kadang itu menyinggung perasaan dan membuat para individu itu merasa marah.

So please, if you're a sexist, consider to change the way you think, therefore the world would be a better place for both men and women. 



0 comments:

Post a Comment