Hey what's up? It's 23:24 when I write this sentence.
Haha. Joking. But it's true.
Sudah cukup larut, tapi saya barusan nonton film komedi Jerman 'Kebab Connection' di Youtube (lucu banget), walhasil sekarang saya belum tidur. Karena nggak tahu mau ngapain, jadi saya lanjutkan blogging tentang fakta-fakta unik lain mengenai keluarga saya.
Taram taram.....
1. Kami punya klub belajar malam Jumat yang bernama KoFast Club (sudah bubar)
Jadi ceritanya dulu, waktu saya masih SMP, satu sekolah sama kakak saya (Mbak Nabila) dan sepupu saya (Mas Dhiya'), beberapa dari sepupu 'senior' mulai pada ke universitas. Kami jadi jarang bertemu satu sama lain kalau tidak waktu liburan, jadi muncul semacam perasaan kalau kami harus melakukan sesuatu bersama-sama yang seru dan bermanfaat.
Entah dari mana ide itu berawal, tapi saya punya ingatan aneh (betul atau tidak saya kurang yakin), kalau waktu itu di kelas saya ada forum klinik belajar, yang akhirnya menginspirasi berdirinya klub belajar di kalangan para sepupu. Klub ini berjalan lebih dari sebulan, tapi akhirnya pudar dengan sendirinya karena alasan-alasan klasik: PR sudah dikerjakan, tidak tahu mau belajar apa, tidak fokus, banyak ngobrol, dan tentu saja... terlalu banyak acara rebutan camilan yang mengganggu konsentrasi.
Haha haha haha haha haha :v
2. Kami pernah bikin sate rasa tempe ._.
Di balik semarak Idul Adha, tersembunyi peluang besar untuk menimbun lemak, kolesterol, memicu serangan jantung, dan... dalam kasus kami: fail cooking. Kalau Anda tidak mengerti bagaimana bisa sate berubah rasa jadi tempe, bayangkan ada tiga-empat anak remaja yang tidak berpengalaman di dapur, segerombol anak ingusan yang cuma berniat ingin makan, resep salah kaprah, dan miskonsepsi bahwa semua daging sama saja.
Jadi ceritanya kami urunan daging. Karena urunan dan asal kasih tanpa keterangan jelas, maka jadilah daging kambing dan sapi berbaur menjadi satu, ditusuk, dibakar dengan cara paling amatir, kemudian disirami saus kacang yang dicampur ketumbar, jadi mirip sate rasa tempe.
Wkwkwkw :v
3. Keluarga besar kami literally tinggal di satu jalan yang sama
Pernahkah Anda membayangkan suatu kehidupan di mana sebuah keluarga besar tinggal di rumah berjejer di satu jalan yang sama? Nah, seperti itulah kami. Delapan dari sepuluh keluarga kecil penyusun keluarga besar kami bertempat tinggal di jalan utama desa Gandusari. Desa Gandusari adalah pusat kecamatan di daerah utara Blitar, kabupaten kecil di sisi selatan provinsi Jawa Timur. Tiga anak termuda dalam keluarga besar--Mbak Ni'mah, Mbak Ulva, dan Mas Afif (jangan tertipu dengan panggilan mbak/mas, mereka semua sudah jadi ibu-ibu/bapak-bapak, hanya saja saya terbiasa memanggil mereka begitu)--alias tiga om/tante termuda saya, mereka semua tinggal di luar kota, tapi nggak jauh-jauh amat. Mbak Ni'mah dan Mas Afif masih satu provinsi. Mbak Ulva beda provinsi, tapi masih satu pulau.
Inilah kenapa, tiap lebaran, hanya 30% dari kami yang harus ribet-ribet mudik. 80% sisanya bisa sampai ke rumah kerabat--tanpa usaha yang berarti.
4. Empat om/tante termuda saya semuanya pakai kacamata
Hohoho... mungkin ini salah satu bagian favorit saya (saya pakai kacamata juga). Empat om/tante termuda: Bu Ana, Mbak Ni'mah, Mbak Ulva, dan Mas Afif, semuanya pakai kacamata dengan tingkat severity yang cukup parah. Myopia mereka sampai 4-5 (kalau nggak malah ada yang 6). Bukan berarti sesuatu yang bisa dirayakan, tapi setidaknya dari sini saya bisa membuat alibi: saya mungkin punya gen kelainan mata, jadi hobi baca dan computing saya bukan satu-satunya kambing hitam. *tampang licik*
Yep, sekarang jam 23:59. Dadah :D
0 comments:
Post a Comment